SEMARANG - Kasus penggelapan pajak kembali menyeret seorang petinggi perusahaan swasta ke balik jeruji besi. Kali ini, giliran Martadi Mangkuwerwerdojo (MM), Komisaris PT Gurano Bintang Papua (GBA), yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Ia diciduk oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang lantaran diduga kuat tidak memenuhi kewajiban pelaporan pajak serta memberikan keterangan yang keliru, yang berujung pada kerugian negara yang tak sedikit.
Kepala Kejari Kota Semarang, Andhie Fajar Arianto, mengonfirmasi penahanan Martadi ini. "Kejari Kota Semarang menahan tersangka MM selama 20 hari, terhitung sejak hari ini sampai 28 Desember 2025 di Lapas Kelas I Semarang di Kedungpane, " ujar Andhie, Selasa (9/12/2025), di Kantor Kejari Kota Semarang.
Penangkapan Martadi bukanlah peristiwa mendadak, melainkan merupakan hasil pengembangan dari kasus serupa yang melibatkan Djohan Wahyudi. Sebelumnya, Djohan Wahyudi, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT GBA, telah divonis oleh hakim pada 26 Maret 2025. Ia harus mendekam di Rutan Kelas 1 Semarang selama 1 tahun 8 bulan penjara dan dijatuhi denda sebesar Rp1.484.270.008. Jika denda tersebut tidak mampu dibayar, ancaman hukuman tambahan berupa penyitaan harta benda atau pidana penjara selama 3 bulan menanti.
Perkara yang menjerat Djohan Wahyudi adalah pengemplangan pajak pada tahun 2020, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 3.406.729.930. Dalam kasus ini, Djohan Wahyudi tidak beraksi sendirian. Martadi Mangkuwerwerdojo, sebagai komisaris perusahaan, juga turut terseret dalam pusaran masalah ini.
Andhie Fajar Arianto menjelaskan lebih lanjut bahwa baik Djohan maupun Martadi sama-sama abai terhadap kewajiban mendasar perpajakan sebagai wajib pajak badan. Keduanya terindikasi kuat tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan.
"(Tersangka) Tidak menyampaikan SPT dan menyampaikan keterangan yang isinya tidak benar, atau tidak lengkap, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 3, 9 miliar, " tegas Andhie.
Akibat perbuatannya, Martadi Mangkuwerwerdojo dijerat dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ancaman hukuman ini diharapkan menjadi efek jera bagi para wajib pajak agar senantiasa patuh pada peraturan perpajakan demi kemajuan bangsa dan negara. (*)

Updates.