KOTA SEMARANG - Aktivitas galian C yang dikelola PT Praba Mas Hill (PMH) di Kalialang, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, kembali memicu kontroversi. Peristiwa longsor yang terjadi pada Selasa (11/11/2025) bukan hanya menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi warga setempat, tetapi juga membuka tabir dugaan pelanggaran serius dalam proses perizinan dan pengelolaan tambang yang selama ini berjalan.
Kawasan Kalialang, yang seharusnya dilindungi sebagai zona hijau atau wilayah resapan air vital bagi ekosistem kota, kini tercemar oleh aktivitas pertambangan berskala besar. Kondisi ini sontak menimbulkan pertanyaan besar di benak warga: bagaimana mungkin izin tambang dapat diterbitkan di area yang secara tata ruang seharusnya difungsikan sebagai kawasan konservasi?
Kecurigaan warga semakin menguat tatkala melihat realitas di lapangan. "Saya yakin kalaupun izinnya ada, pelaksanaannya tidak sesuai prosedur. K3-nya sangat buruk, hampir tidak pernah terlihat insinyur penanggung jawab seperti yang wajib ada dalam dokumen izin, " ungkap seorang warga yang memilih untuk merahasiakan identitasnya demi keamanan.
Menurut penuturan warga, penggalian material dilakukan tanpa kontrol yang memadai, mengakibatkan kemiringan lereng menjadi tidak stabil. Longsor yang terjadi menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan tambang jauh dari standar keselamatan dan kaidah teknis pertambangan yang seharusnya dipatuhi. Belum lagi, truk-truk pengangkut material yang kerap melintas dengan muatan berlebih diduga turut mempercepat kerusakan jalan dan menambah keresahan di tengah masyarakat.
Di tengah pusaran polemik ini, beredar informasi mengenai sosok berinisial M yang disebut-sebut memiliki hubungan bisnis erat dengan PT PMH. Tokoh ini juga dikabarkan mengelola SPBU dan menjadi mitra angkutan Patra Niaga di Semarang. Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait belum memberikan klarifikasi resmi atas berbagai dugaan tersebut.
Warga mendesak pemerintah untuk segera melakukan investigasi menyeluruh. Fokus utama penyelidikan meliputi proses penerbitan izin tambang PT PMH, legalitas dokumen lingkungan seperti UKL-UPL, keabsahan tanda tangan persetujuan warga, serta evaluasi kontribusi pajak dan potensi keterlibatan oknum dalam penerbitan izin yang dipersoalkan.
"Kalau ini memang kawasan resapan air, bagaimana bisa keluar izin tambang? Kami ingin semua prosesnya dibuka dan diperiksa, " tegas salah satu tokoh warga dengan nada prihatin.
Upaya sejumlah awak media untuk mengkonfirmasi hal ini kepada instansi pemerintah daerah justru berujung pada saling lempar tanggung jawab. Dinas ESDM Jawa Tengah dan Dinas Tata Ruang Kota Semarang terkesan mengarahkan awak media ke instansi lain tanpa memberikan penjelasan konkret. Situasi ini semakin memperkuat dugaan publik bahwa proses perizinan PT PMH tidak transparan dan diduga bermasalah sejak awal.
Mengingat risiko longsor yang mengancam, kerusakan lingkungan yang semakin parah, serta potensi bahaya keselamatan warga, masyarakat menuntut pemerintah untuk segera menghentikan sementara operasi tambang PT PMH. Audit menyeluruh terhadap seluruh aktivitas tambang, termasuk kepatuhan terhadap tata ruang, standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta regulasi pertambangan yang berlaku, menjadi prioritas mendesak.
(jurnalis)

Updates.